Kita dan Konsumerisme

“Di umur 25 ini aku harus merawat kulitku dengan produk yang lebih berkualitas, lagipula aku mampu membeli produk tersebut, I deserve this”

Pernah mendengar kata-kata ini gak? tentu pernah dong, meskipun dengan redaksi yang berbeda. Kata-kata itu terucap sebagai pembenaran ketika kita membeli sesuatu. Dan kebanyakan, ketika menginjak usia 22an. Ketika mulai bisa menghasilkan uang.

Gak jarang kita memang sering meninggalkan saldo nol di akhir bulan. Bahkan belum akhir bulan. Gaji yang sebenarnya 7 koma, menjadi 7 hari udah koma.

Gak bisa dipungkiri juga, kalo kebiasaan konsumsi ketika pemasukan bertambah itu sulit untuk dihindari.

Selain kata-kata di awal tadi, kadang juga ada kata-kata kaya gini :

“Apa salah dengan menambah pengeluaran sedikit? toh aku berhak mengapresiasi diri”

Memang gak salah sih, tapi yang salah adalah kebablasan. Masih ingat pepatah jaman dulu : sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit? Ini representasi dari excuse kita terhadap pengeluaran. Awalnya dikit, lama-lama menjadi bukit.

Ada riset dari Kandence International bahwa 28% orang Indonesia punya pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan bulanan.

Dari gejala-gejala di atas inilah maka muncullah kata Konsumerisme.

Konsumerisme

Konsumerisme menurut Mirriam-Webster punya dua definisi.

  1. Paham yang percaya menghabiskan banyak uang untuk barang dan jasa adalah sesuatu yang baik
  2. Aksi perwujudan dari paham pertama

Nah, kenapa sih kita sering terjebak dengan pola hidup konsumerisme berlebihan?

1.Tekanan Sosial

Kita cenderung untuk menunjukkan hal yang berbeda dengan keadaan yang asli terjadi dalam diri kita. Betul apa betul? Ini adalah hal yang wajar. Yang gak wajar adalah kebablasan.

Inilah yang terjadi ketika identitas pribadi kita telah berubah menjadi perwujudan identitas sosialmu. Dari sinilah memilih teman yang baik adalah sesuatu yang penting. Circle yang tepat akan membuat dirimu tumbuh menjadi lebih baik.

Tekanan sosial ini terkadang membuat kita melakukan hal bodoh tanpa berpikir panjang. Bagaimana bisa? karena saat kita tidak dapat berpikir dengan jelas, maka kita akan cenderung berpikir mengikuti apa yang teman-teman kita mau.

Too many people spend money they havent earned to buy things they dont want and to impress people they dont like.

2. Insecurity

Nah kalo ini muncul dari dalam diri kamu sendiri

Ketika muncul perasaan ada yang kurang dari diri kita, maka cenderung kita akan mencoba mencari kompensasi dari bidang lain.

Kalo udah kalo gini, coba deh berpikir, I am better than who think i am.

3. Jebakan Industri

Kalo ini udah jelas ya. Di jaman yang sangat canggih ini. Kita cenderung untuk diberikan barang inovatif yang membuat kita untuk membeli barang itu terus menerus.

Lalu industri memberi barang baru lainnya yang membuat konsumen menjadi merasa ada yang kurang. Siklus ini terus menerus terjadi tanpa kita sadari.

Nah udah pada paham kan tentang konsumerisme? apakah kamu juga termasuk di dalamnya? nah semoga dengan tahu penyebabnya kamu bisa lebih aware dan mempersiapkannya.

Btw pos ini bukan menghakimi kamu untuk memberikan yang terbaik untuk dirimu loh ya. Hanya posting pengingat biar kamu gak kebablasan apalagi tentang uang kamu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *